logo caroline red
menu

Arah Positif Kebijakan Mobil Listrik di Indonesia

author-image
Caroline.id | 7 Agu 2019
Share
share-mobil
Detail Article

Pemerintah Republik Indonesia (RI) berencana menerapkan program mobil listrik di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk menekan tingkat polusi udara yang cukup tinggi. Namun, sayangnya hingga saat ini, kebijakan program itu tak kunjung selesai.

Hingga saat ini pemerintah masih belum menerbitkan dua kebijakan baru yang ditujukan bagi industri otomotif. Melalui dua kebijakan tersebut diproyeksi bisa mengubah iklim industri otomotif di dalam negeri. Dua kebijakan itu antara lain Peraturan Presiden (PP) dan Peraturan Pemerintah (PM).

Menurut Menteri Keuangan RI Sri Mulyani, PP untuk menciptakan percepatan program kendaraan bermotor listrik untuk transportasi, sedangkan PM menyangkut perubahan pajak yang berhubungan dengan klasifikasi kendaraan dan emisi otomotif.

"Pemerintah secara terus menerus melakukan komunikasi dan sudah memformulasikan kebijakan," ujarnya.

Jika proses perancangan dua kebijakan tersebut rampung, bisa dipastikan bahwa PP ditujukan untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi kendaraan bermotor berteknologi baterai.

Selain itu, Kementerian Perindustrian telah membuat peta jalan yang menyatakan produksi mobil di Indonesia bisa mencapai 1,5 juta unit dan 250 ribu unit di antaranya merupakan produk ekspor.

Sedangkan, PM lebih spesifik untuk mengubah pengkategorian kendaraan yang menyangkut Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Sri Mulyani menyebut PPnBM untuk kendaraan pada saat ini diskriminatif sebab mendorong MPV, namun membatasi sedan.

PPnBM yang baru dikatakan tidak lagi berdasarkan bentuk kendaraan, tetapi pengenaannya dihitung berdasarkan emisi gas buang dan kapasitas mesin (4.000 cc). "Diskriminasi PPnBM berhubungan dengan itu. Prinsip dari tarif pemajakan (yang baru) mulai dari 15 persen hingga 70 persen tergantung emisi. PM menyangkut perubahan pajak berhubungan dengan klasifikasi dan emisi otomotif," jelas Sri Mulyani.

Buat mendukung pengembangan industri kendaraan bermotor berbasis baterai, pemerintah juga dikatakan sudah menyiapkan berbagai macam insentif. Di antaranya tax holiday, tax allowance, bea masuk ditanggung pemerintah, pembangunan infrastruktur seperti SPLU (Stasiun Pengisian Listrik Umum), bantuan kredit modal kerja untuk pengadaan swap baterai, serta sertifikasi kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) dan produk.

Jika mengacu dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menargetkan Indonesia mampu menghasilkan baterai lithium secara mandiri pada 2022. Hal ini guna memenuhi meningkatnya kebutuhan baterai lithium seiring dimulainya industri motor dan mobil listrik di Indonesia.

Menristekdikti Mohamad Nasir mengungkapkan, saat ini Indonesia tengah mengembangkan teknologi guna memproses bahan baku lithium di Halmahera yang diperkirakan tahun 2021 sudah terbangun.

"Saat Halmahera sudah terbangun, bahan baku lithium sudah tersedia. Maka tahun 2022 atau 2023 kita sudah bisa memproduksi baterai lithium secara mandiri. UNS sudah jalan, tinggal membuat sistem otomatisasi," ujar Menteri Nasir saat berbincang dengan awak media beberapa waktu lalu.

Lebih jauh, Nasir pun mengatakan, baterai merupakan komponen penting bagi industri motor dan mobil listrik. "Harapannya ke depan baterai bisa menjadi salah satu alternatif energi terbarukan yang ada di Indonesia mengingat fosil yang ketersediaannya sangat terbatas. Para peneliti lantas dituntut dapat mengembangkan inovasi di bidang ini," tukasnya.

Baca informasi menarik lainnya dari dunia otomotif hanya di blog CAROLINE.id

AUTHOR
author-image